Tolak Perppu Cipta Kerja, Buruh Bakal Gelar Aksi Gerakan Besar

Asfian Nur Muhammad
Para Buruh kompak tolak Perppu Cipta Kerja, sebut akan lakukan aksi gerakan besar hingga mempertimbangkan langkah Judisial Review. Foto: MNC Media.

JAKARTA, iNewsCelebes.id - Partai Buruh, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan organisasi serikat buruh menolak keras Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) yang diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo. Dan akan melakukan aksi pergerakan hingga mempertimbangkan langkah hukum Judicial Review.

Dilansir dari idxchannel.com, Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan setelah dilakukan pengkajian yang mendalam terhadap UU tersebut, dan membandingkan dengan UU No 13 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Ia dengan tegas menolak.

“Setelah mempelajari, membaca, menelaah, dan mengkaji salinan Perpu No 2 Tahun 2022 yang beredar di media sosial, dan kami sudah menyandingkan dengan UU Cipta Kerja, serta UU No 13 Tahun 2003 maka sikap kami menolak,” ujarnya dikutip pada Senin, 2 Januari 2023.

Ia mengatakan akan melakukan aksi besar-besaran dan berharap bisa bertemu dengan Presiden Jokowi.

"Sementara langkah gerakan, akan ada aksi besar-besaran. Kami juga akan melakukan lobi. Partai Buruh dan serikat buruh berharap bisa bertemu dengan Presiden Jokowi untuk memberikan masukan," tambahnya.

Lanjutnya, mengenai waktu pelaksanaan gerakan tersebut akan didiskusikan terlebih dahulu dengan internal Partai Buruh.

“Tentang kapan waktu pelaksanaan aksi dan gugatan terhadap Perppu kami akan diskusikan terlebih dahulu dengan elemen yang ada Partai Buruh,” katanya.

Tambahnya, pasal yang ditolak yang pertama, pasal tentang upah minimum. Dalam Perppu, upah minimum kabupaten atau kota terdapat istilah ditetapkan oleh gubernur.

"Itu sama dengan UU Cipta Kerja. Bahasa hukum 'dapat', berarti bisa ada bisa tidak, tergantung gubernur. Usulan buruh, redaksinya adalah gubernur menetapkan upah minimum kabupaten atau kota," ujar Said.

Ia menambahkan, dalam Perppu, berdasarkan variabel inflasi,  terdapat pertumbuhan ekonomi dan indeks tertentu. Dimana hal tersebut ditolak oleh buruh. Karena, di dalam hukum ketenagakerjaan tidak dikenal indeks menentukan upah minimum.

"Sementara di dalam Perppu berdasarkan variabel inflasi, pertumbuhan ekonomi dan indeks tertentu. Ini yang ditolak buruh. Sebab dalam hukum ketenagakerjaan tidak pernah dikenal indeks tertentu dalam menentukan upah minimum," jelasnya.

Dia menduga terdapat indeks tertentu, seperti di dalam Permenaker 18/2022 yang menggunakan indeks 0,1 sampai 0,3. Pihaknya tidak ingin menggunakan indeks tersebut.

Pasal lain yang ditolak adalah pemerintah dapat menetapkan perhitungan upah minimum yang berbeda dengan formula perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2).

“Dalam pasal lain yang kami tolak di Perppu adalah adanya Pasal 88F yang berbunyi, dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2)," terangnya.

Dirinya mengaku terdapat permasalahan lain terkait pengupahan, yang mana di dalam Perppu Cipta Kerja menegaskan hilangnya upah minimum sektoral bagi buruh.

Editor : Ahmad Mursyid Amri

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network