get app
inews
Aa Text
Read Next : Jadi Komisaris Independen PT. KIMA, Sugianto Wahid: Muaranya Untuk Kepentingan Masyarakat

Akibat PPTI Tinggi, Investor Hengkang dari KIMA, Ratusan Karyawan Kena PHK

Minggu, 10 April 2022 | 19:34 WIB
header img

MAKASSAR – Penetapan biaya perpanjangan Perjanjian Penggunaam Tanah Industri (PPTI) sebesar 30 persen dari Nilai Jual Obyek Pajak oleh PT KIMA (persero) Sulawesi Selatan (Sulsel) secara sepihak berdampak pada hengkangnya sejumlah investor yang berimbas pada ratusan pekerja yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Mengutip Laporan Manajemen Audited Tahun 2019 PT KIMA, akibat penetapan biaya PPTI secara signifikan ini, salah satu perusahaan yakni PT Indolezat memilih meninggalkan Sulsel.
Dari laporan tersebut, PT Indolezat memilih mengembalikan lahan seluas 3,4 hektare ke PT KIMA ketimbang harus membayar biaya perpanjangan PPTI senilai Rp 16 miliar. Dampaknya, ratusan pekerja dari perusahaan ini harus dirumahkan atau di-PHK.
"Kalau kebijakan biaya perpanjangan PPTI tetap dipaksakan ke investor di KIMA, maka bukan hanya PT Indolezat yang kabur. Bisa jadi tapi puluhan perusahaan lainnya juga bakal tutup bahkan hengkang dari Sulsel," kata juru bicara Paguyuban Pengusaha KIMA Makassar, M Tahir Arifin, Minggu (10/4/2022).

PT Indolezat kabarnya diharuskan membayar biaya perpanjangan PPTI sebesar Rp16 miliar dari luas lahan seluas 3,4 hektare. Padahal nilai dari tanah yang kemudian dikembalikan ke KIMA tersebut mencapai Rp 56,4 miliar.

Tahir mengungkapkan, keresahan perusahaan di kawasan industri terbesar di Indonesia Timur ini bukan tanpa alasan. Usaha yang telah berjalan saat ini sudah dalam tekanan akibat terjadinya pandem covid-19i, justru ditekan dan diintimidasi untuk pembayaran PPTI dengan penetapan sepihak, apalagi untuk tanah yang sudah dibeli oleh investor tersebut.

"Hengkangnya PT Indolezat dari KIMA bisa menjadi pembelajaran. Investor kabur karena paksaan membayar PPTI yang sangat tinggi. Imbasnya adalah PHK pekerja," jelas Tahir seperti dikutip Sindonews.com.

Menurutnya di KIMA terdapat sekitar 20 ribu tenaga kerja yang bergantung pada kelangsungan aktivitas sekitar 200 perusahaan. Efek sosial kalau terjadi PHK karena perusahaan tutup atau hengkang dari Sulsel jauh lebih besar.

"Ini harus menjadi perhatian pemerintah. Ada 20 ribu pekerja terancam kena PHK. Efek sosialnya sangat besar. Pengusaha di KIMA ini butuh perlindungan dalam berusaha dan perlindungan hukum atas lahan yang sudah mereka beli," tuturnya.

Sebelumnya, sejumlah investor di PT KIMA menyampaikan protes atas penetapan biaya perpanjangan Perjanjian Penggunaan Tanah Industri (PPTI) karena dinilai sangat memberatkan dan kebijakan kenaikannya dinilai dilakukan secara sepihak.

Salah satu Investor pertama di PT KIMA, Owner PT Piramid Mega Sakti, Adnan Widjaja, menilai peraturan biaya perpanjangan PPTI sebesar 30 persen dari NJOP tidak ada dalam perjanjian di awal. Bahkan, pihaknya terpaksa memangkas jumlah pekerja. Dari 300 orang, sekarang sisa 100 orang karena kendala berusaha di KIMA.

Ia juga menyampaikan mendapat tindakan intimidasi, dimana pihak PT KIMA memasang beton penghalang di depan pabriknya. Padahal, pihaknya sudah melakukan pembayaran sekitar Rp1 miliar lebih untuk perpanjangan PPTI.

"Di awal saat masuk ke kawasan itu, kami dijanji dengan segala kemudahan, tapi sekarang malah dipersulit," kata Adnan.

Sementara itu Ketua Paguyuban Pengusaha KIMA Makassar, Jemmy Gautama, menyebutkan pihaknya sudah mengirim surat ke sejumlah pihak terkait meminta perlindungan hukum, kepastian dan kenyamana berusaha dari semua stakeholder terkait, termasuk bersurat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Direktur Utama PT KIMA, Zainuddin Mappa, sebelumnya bersikukuh menyampaikan tidak ada kenaikan PPTI. Alasanna, biaya PPTI yang dikeluhkan oleh segelintir investor merupakan tarif lama. Ia menegaskan biaya PPTI yang tidak pernah berubah sejak tahun 2014.

Ia juga menegaskan sama sekali tidak ada tenant atau investor di KIMA yang kabur karena persoalan PPTI. "Tidak ada tenant KIMA yang tutup karena PPTI. Tarif PPTI adalah tarif lama, tidak berubah sejak 2014," ungkapnya.

 

Editor : M. S Fadil

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut