JAKARTA, iNewsCelebes.id – Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), angkat suara terkait polemik status empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. JK menekankan bahwa pembentukan wilayah provinsi maupun kabupaten ditentukan oleh undang-undang, bukan oleh keputusan menteri.
"Soal MoU di Helsinki mengenai perbatasan itu ada pada pasal 114 (mungkin Bab I, ayat I titik 4), yang berbunyi perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956. Jadi kesepakatan Helsinki itu merujuk ke situ," tegas JK saat diwawancarai di kediamannya, Jalan Brawijaya Raya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025) sore.
JK menjelaskan bahwa pada 1956 telah diterbitkan undang-undang yang ditandatangani Presiden Soekarno yang menetapkan Aceh sebagai provinsi terpisah dari Sumatera Utara pasca pemberontakan.
"Jadi Aceh sebelumnya adalah daerah residen dari Sumatera Utara yang pisah pada tahun 1956," papar JK.
Terkait empat pulau yang kini menjadi perdebatan, JK menegaskan bahwa secara formal dan historis wilayah tersebut masuk ke Aceh.
"Jadi secara formal dan historis empat pulau itu masuk wilayah Singkil, Provinsi Aceh," jelas tokoh yang juga dikenal sebagai inisiator perdamaian RI-GAM.
Menanggapi Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang memicu polemik, JK menyatakan bahwa undang-undang memiliki kedudukan hukum yang jauh lebih tinggi dibanding keputusan menteri.
"UU lebih tinggi dibanding Kepmen. Jadi tidak mungkin bisa dibatalkan dengan Kepmen. Kepmen tidak bisa merubah UU," terang JK, yang saat itu didampingi oleh Sofyan Djalil—salah satu anggota tim perunding Helsinki yang juga putra Aceh.
Lebih lanjut, JK menyebutkan bahwa dalam proses perundingan Helsinki tidak pernah dibahas mengenai peta wilayah, melainkan hanya mengenai batas administratif.
"Di perundingan Helsinki tidak pernah menyinggung soal peta, tapi perbatasan," tegas Ketua Umum PMI itu.
Meski menghormati langkah Mendagri Tito Karnavian dalam menerbitkan keputusan tersebut atas dasar pertimbangan efisiensi dan kedekatan geografis, JK menegaskan pentingnya mempertimbangkan sejarah.
"Empat pulau itu masuk Singkil, dekat dengan Sumatera Utara. Tapi itu biasa. Selama ini warga pulau bayar pajaknya ke Singkil," ujarnya.
Menanggapi wacana Gubernur Sumatera Utara yang mengusulkan agar sumber daya di keempat pulau dikelola bersama, JK menyatakan hal tersebut belum memiliki dasar yang kuat.
"Tidak ada daerah yang bisa mengelola sumber daya alam secara bersama-sama. Apalagi untuk saat ini, JK menilai belum ada faktor penting yang dimiliki oleh pulau tersebut. Toh tidak ada faktor penting di situ. Sekarang tidak ada, tapi mungkin dibelakang hari siapa tau ada. Kita tidak tahu," ucapnya.
JK pun berharap agar persoalan ini dapat diselesaikan secara bijaksana oleh pemerintah pusat.
"Ini masalah peka. Sehingga kita berharap pemerintah menemukan penyelesaian yang baik," kata Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) tersebut.
Senada dengan JK, tokoh masyarakat Aceh, Sofyan Djalil, turut menyuarakan harapan agar polemik ini diselesaikan dengan adil.
"Jika peraturan menteri ini bisa diubah, bisa selesai dengan baik," ujarnya.
Sebagai informasi, Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 menetapkan empat pulau di wilayah perairan Kabupaten Aceh Singkil—yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang (Besar), dan Pulau Mangkir Ketek (Kecil)—sebagai bagian dari Provinsi Sumatera Utara, yang kemudian memicu protes dari Pemerintah Aceh dan masyarakat setempat.
Editor : Muhammad Nur
Artikel Terkait