Dosen UNM Tersangka Pelecehan Seksual Ditangkap Polisi di Makassar, Sempat Masuk DPO

LeoMN
Dosen UNM Tersangka Pelecehan Seksual Ditangkap Polisi. Foto: Ist

MAKASSAR, iNewsCelebes.id – Setelah sempat buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), aparat kepolisian akhirnya menangkap Khaeruddin, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FIS-H) Universitas Negeri Makassar (UNM), yang menjadi tersangka kasus dugaan pelecehan seksual sesama jenis terhadap mahasiswanya. 

Khaeruddin ditangkap di Jalan Sinassara, Kelurahan Kaluku Bodoa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar, pada Senin (29/12/2025) sekitar pukul 01.30 Wita.

“Iya, sudah ditangkap. Dia bersembunyi di rumah keluarganya di Makassar,” ujar Kasubdit II Direktorat Reserse PPA dan PPO Polda Sulawesi Selatan, Kompol Zaki Sungkar, kepada wartawan pada  selasa (30/12/2025)

Zaki menjelaskan, selama pelariannya Khaeruddin sempat berpindah-pindah tempat untuk menghindari kejaran polisi. Setelah dilakukan penelusuran, penyidik akhirnya mengetahui lokasi persembunyiannya.

“Dari Kabupaten Bone dia sempat berpindah-pindah. Sampai akhirnya kami mengetahui dia bersembunyi di rumah keluarganya di Makassar,” ujarnya.

Lebih lanjut, Zaki memastikan tersangka akan segera diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan untuk menjalani proses hukum lanjutan.

“Saat ini tersangka dan barang bukti diamankan di Posko TPPO Polda Sulsel. Selanjutnya akan kami serahkan ke kejaksaan setelah masa cuti bersama selesai,” pungkasnya.

Sebelumnya, Khaeruddin, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FIS-H) Universitas Negeri Makassar (UNM) yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual sesama jenis terhadap mahasiswinya, diduga melarikan diri. Kepolisian kini resmi memburunya dan telah menerbitkan surat Daftar Pencarian Orang (DPO).

Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Sulawesi Selatan, Kompol Zaki Sungkar, membenarkan bahwa tersangka tidak diketahui keberadaannya saat akan dilakukan pelimpahan tahap II ke kejaksaan.

“Iya, kabur. Sudah ada (surat) DPO-nya,” kata Zaki saat dikonfirmasi kepada wartawan Minggu (21/12/2025).

Zaki menjelaskan, setelah ditetapkan sebagai tersangka, Khaeruddin sempat mengajukan permohonan penangguhan penahanan dengan alasan sakit. Permohonan tersebut dikabulkan penyidik, sehingga status penahanannya berubah menjadi tahanan kota. Setelah itu, tersangka pulang ke kampung halamannya di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.

Namun, saat penyidik hendak melimpahkan berkas perkara dan tersangka ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Khaeruddin tidak lagi berada di tempat.

“Ditangguhkan penahanannya karena alasan sakit. Saat mau tahap dua dia tidak datang, kemudian dijemput penyidik ke Bone, ternyata yang bersangkutan sudah tidak ada,” ujar Zaki.

Penanganan perkara ini pun menuai sorotan dari Tim Pendamping Hukum korban. Mereka menilai lambannya proses hukum membuka celah bagi tersangka untuk melarikan diri dan memperpanjang penderitaan korban.

Pendamping Hukum Korban dari LBH Makassar, Mirayati Amin, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mempertanyakan perkembangan perkara ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Sulsel sejak 10 Desember 2025. Dari penyidik, mereka mendapat informasi bahwa tersangka telah dua kali dipanggil Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Makassar, namun tidak pernah memenuhi panggilan tersebut.

“Penyidik menyampaikan bahwa tersangka beralasan sakit dan pulang ke kampung halamannya di Bone. Setelah itu, tidak ada lagi kabar. Hingga hari ini, keberadaannya tidak diketahui, bahkan oleh pihak keluarga maupun penasihat hukumnya,” kata Mirayati.

LBH Makassar juga mengaku telah mengirimkan surat desakan percepatan penanganan perkara kepada Kejaksaan Negeri Makassar. Namun hingga kini, tidak ada balasan atau konfirmasi resmi yang diterima. Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara sempat menyampaikan bahwa pelimpahan belum dapat dilakukan karena kejaksaan tengah fokus pada penanganan tahanan kasus aksi massa Agustus dan September.

Alasan tersebut dinilai tidak dapat dibenarkan. Menurut Mirayati, setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, dan korban berhak mendapatkan akses keadilan tanpa penundaan.

“Kami menilai lambannya penanganan perkara ini secara langsung memberi ruang bagi tersangka untuk kabur dan menunda keadilan bagi korban. Karena itu, kami mendesak penyidik agar menerbitkan DPO sebagai bentuk keseriusan penegakan hukum,” tegasnya.

Kasus ini juga berdampak pada kondisi psikologis korban. Pasalnya, tersangka merupakan dosen di kampus yang sama dengan korban, sehingga ketidakjelasan status hukum pelaku berpotensi menimbulkan viktimisasi berulang di lingkungan akademik.

Korban mengaku kecewa dengan sikap pihak kampus yang dinilai lamban merespons laporannya.

“Saya hanya ingin merasa aman saat kuliah. Setelah melapor ke Polda, saya sudah meminta agar dia tidak lagi menjadi dosen pembimbing saya. Tapi prosesnya lama dan berbelit. Sepertinya kampus tidak berpihak kepada saya,” tutur korban.

Sebagai tindak lanjut, pada 6 Agustus 2025, LBH Makassar telah melayangkan laporan dugaan pelanggaran etik dan disiplin dosen kepada Rektor Universitas Negeri Makassar melalui surat bernomor 64/SK-ADV/LBH-MKS/VIII/2025. Namun, balasan dari pihak kampus dinilai tidak menjelaskan langkah konkret penanganan laporan tersebut. Kampus hanya menyatakan bahwa Khaeruddin diberhentikan sementara selama proses hukum berlangsung.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Universitas Negeri Makassar belum memberikan pernyataan resmi. Sementara itu, korban masih menunggu kepastian hukum dan perlindungan yang semestinya ia dapatkan.

Sebagai informasi, Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan menetapkan seorang dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FIS-H) Universitas Negeri Makassar (UNM) berinisial K sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual sesama jenis terhadap mahasiswanya.

Penetapan tersangka ini dikonfirmasi oleh Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel, Kompol Zaki Sungkar. Dia mengatakan bahwa penyidikan baru saja menggelar gelar perkara penetapan tersangka. 

"Iya, betul, sudah gelar perkara dan penetapan tersangka," ujar Zaki kepada kepada wartawan Senin (23/6/2025).

Zaki menjelaskan, K dijerat dengan Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang mengatur tentang pelecehan seksual fisik. Ancaman pidananya adalah penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp50 juta.

"Karena pasal yang kami terapkan ancaman hukumannya di bawah 5 tahun, maka yang bersangkutan tidak kami tahan," jelasnya.

Sejauh ini, penyidik telah memeriksa sedikitnya empat orang saksi, termasuk pelapor, terlapor, dan saksi lain yang mengetahui kejadian dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oknum dosen UNM tersebut kepada mahasiswanya.

"Kami sudah periksa empat saksi. Barang bukti yang kami miliki antara lain pakaian korban dan hasil visum," ungkap Zaki.

Ia menambahkan, dalam waktu dekat tersangka K akan diperiksa secara resmi sebagai tersangka sebelum berkas perkara dilimpahkan ke kejaksaan.

"Rencananya hari ini kami gelar pemeriksaan tersangka, namun karena ada kendala, kami jadwalkan besok," tutupnya.

Kronologi Pelecehan Seksual 

Sebelumnya, kasus dugaan pelecehan dan kekerasan seksual kembali terjadi di lingkungan kampus. Kali ini aksi tak senonoh itu dialami oleh seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FIS-H) Universitas Negeri Makassar (UNM). 

Ironisnya, terduga pelaku pelecehan seksual itu adalah dosen laki-laki, korbannya juga adalah seorang mahasiswa laki-laki. Kejadian itu pun kini telah dilaporkan ke Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan.

Peristiwa itu bermula ketika dosen berinisial K memanggil salah seorang mahasiswanya untuk melanjutkan tugas Ujian Akhir Semester (UAS) di rumah pribadi sang dosen yang berada di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan pada Kamis (30/5/2024) lalu. 

Saat tiba di rumah dosennya, mahasiswa tersebut justru diminta untuk memijat sang dosen. Mahasiswa tersebut diminta masuk ke dalam kamar lalu dipaksa untuk membuka baju yang ia kenakan. 

Saat sang dosen mulai meraba tubuh korban, mahasiswa itu melakukan perlawanan dan kabur dari rumah sang dosen. 

Rektor UNM Prof Karta Jayadi mengaku telah mengetahui kabar bahwa salah seorang dosennya dilaporkan ke polisi terkait dugaan pelecehan seksual sesama jenis. Namun, ia mengaku belum mendapat laporan rinci ke pihak kampus. 

"Terdengar ada laporan ke Polda, kami tidak dapat melakukan tindakan jika tidak ada laporan baik dari korban maupun dari non korban (terduga pelaku)," kata Prof Karta kepada wartawan saat dikonfirmasi terpisah. 

Dia mengaku tidak bisa mengambil langkah tegas lantaran korban belum membuat laporan secara resmi ke Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Seksual (PPKS) UNM. 

"Kami tidak dapat memproses hal tersebut karena tidak ada laporan yang masuk ke UNM," ujar Prof Karta. 

Kendati demikian, Prof Karta bakal memberikan sanksi tegas jika betul oknum dosen yang dimaksud terbukti melakukan kekerasan seksual sesama jenis kepada mahasiswanya. 

"Pasti kami jatuhkan sanksi berat jika terbukti secara hukum," tandasnya

Editor : Muhammad Nur

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network