Sengketa Lahan di Makassar: Bosowa Klaim, Ahli Waris Sebut Gugatan Salah Alamat
Ahli waris mendasarkan argumennya pada beberapa aturan hukum dan putusan MA. Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA menegaskan sertifikat sebagai alat bukti kuat hak atas tanah. Putusan MA No. 434 K/Sip/1982 menyatakan sertifikat hak milik adalah bukti kepemilikan terkuat. UU No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan mengatur bahwa roya mengembalikan hak tanah secara utuh. PP No. 24/1997 menegaskan pendaftaran tanah memberikan kepastian lokasi dan batas bidang tanah.
Yurisprudensi MA No. 976 K/Pdt/2015 & No. 5/Yur/Pdt/2018 menyatakan sertifikat yang lebih dulu terbit memiliki kekuatan hukum lebih kuat jika terjadi tumpang tindih. Pengecekan melalui aplikasi resmi BPN “Sentuh Tanahku” juga mengonfirmasi bahwa HGB Bosowa berada di Tanjung Merdeka, bukan di Maccini Sombala.
Ahli waris memaparkan rantai kepemilikan SHM No. 02/Maccini Sombala: terbit 1965 atas nama Saeba Dg. Tutu, dijual 1982 ke Nyonya Nurhayana, dicatat di Kantor Pertanahan, beralih ke Balai Harta Peninggalan Ujung Pandang 1984, dibeli H. Abdul Gaffar tahun 1998, dan tahun 2007 dijual ke Eddy Salim berdasarkan akta resmi PPAT. Dengan bukti ini, ahli waris yakin gugatan Bosowa salah objek, karena sertifikat mereka berada di Maccini Sombala, sedangkan HGB Bosowa di Tanjung Merdeka.
Ahli waris juga menyampaikan harapan agar pendiri Grup Bosowa, H.M. Aksa Mahmud, meninjau kembali fakta ini. Mereka yakin beliau, sebagai tokoh nasional dan tokoh agama yang peduli keadilan, akan mempertimbangkan bahwa SHM ahli waris telah ada sejak 1965, jauh sebelum HGB Bosowa diterbitkan di lokasi berbeda.
“Kami percaya pada integritas pengadilan. Dengan bukti yang ada, kami yakin pengadilan akan berpihak pada keadilan,” kata Dr. H. Nirwan Dahyar, SE., MM, mewakili ahli waris H. Abdul Gaffar.
Editor : Muhammad Nur