MAKASSAR, iNewsCelebes.id - Kasus dugaan pengancaman dan pemerasan terhadap bos Jalangkote Lasinrang, Lily Montolalu masih bergulir di Pengadilan Negeri Makassar.
Seyogyanya sidang kembali digelar pada Senin (16/10/2023). Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Makassar agenda sidang pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Namun hingga sore hari, sidang tersebut urung dilakukan.
Bos Jalangkote Lasinrang, Lily Montolalu mengaku telah berada di pengadilan sejak pukul 09:30 Wita namun hingga pukul 17:30 Wita sidang tidak juga digelar.
Ia juga mengatakan pihaknya tidak mendapatkan panggilan untuk menghadiri sidang. Namun karena telah terjadwal di SIPP PN Makassar sehingga dia datang untuk menyaksikan sidang.
"Saya lihat tidak ada tanda-tanda sidang hingga sore sehingga pulang. Infonya ditunda, sehingga saya pulang," aku Lily Montolalu, Senin (16/10/2023) sore.
Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kacabjari) Makassar di Pelabuhan, Koharudin Pembacaan dakwaan terhadap terdakwa batal digelar, karena pihak Cabjari Makassar di Pelabuhan belum menerima penetapan sidang perkara tersebut dari Pengadilan Negeri (PN) Makassar.
"Kita tidak bisa sidang tanpa ada penetapan sidang dari PN untuk masalah mengambil atau menghadapkan tahanan di persidangan," kata Koharudin.
"Nanti dasarnya apa. Kami minta tunda karena belum ada petikan salinan putusan untuk sidangnya sampai hari ini. Kami belum mendapatkan petikan jadwal sidang dari PN, " lanjutnya.
Koharudin pun menjelaskan hingga Senin sore, pihaknya belum mendapatkan jadwal sidang di Pengadilan Negeri Makassar.
"Belum dapat dari PN sampai sekarang untuk jadwal sidangnya," katanya.
Kasus dugaan tindak pidana pengancaman dan pemerasan yang Lily Montolalu terjadi 2019 lalu.
Tersangka Elly Gwandi bersama satu orang temannya laki-laki brinisial JS mengajak korban untuk pergi makan.
Namun ternyata korban bukan diajak makan, tetapi dibawa ke sebuah hotel yang menjadi lokasi dugaan pengancaman dan pemerasan yang dilakukan Elly Gwandi dan JS.
Korban dimasukkan ke sebuah kamar lalu dilakukanlah pengancaman dan pemerasan yang dimaksud dengan cara-cara mengintervensi agar korban menandatangani kuitansi yang diajukan dengan nilai Rp800 juta.
Editor : Arham Hamid
Artikel Terkait