LPSK Catat 173 Permohonan Perlindungan di Sulsel: Didominasi Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Hal ini menandakan masih adanya kesenjangan besar antara kebutuhan perlindungan dan akses terhadap layanan negara.
“Hasil pengawasan DPR menunjukkan penyebab kesenjangan karena rendahnya pengetahuan masyarakat tentang mekanisme pengajuan perlindungan LPSK, keterbatasan sumber daya dan jangkauan lembaga di daerah, lemahnya koordinasi antarpenegak hukum, serta masih kuatnya stigma dan ketakutan korban, terutama dalam kasus kekerasan seksual dan perdagangan orang,” jelas Meity.
Sebagai bagian dari Komisi XIII DPR RI, Meity menyampaikan bahwa pihaknya terus mendorong efektivitas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta percepatan pembahasan RUU Perubahan Kedua yang kini telah mencapai tahap akhir. “Kami juga memperjuangkan penguatan kelembagaan dan anggaran LPSK agar layanan perlindungan bisa menjangkau hingga ke pelosok daerah,” tambahnya.
Selain itu, DPR turut mendorong sinergi lintas lembaga seperti Polri, Kejaksaan, Komnas Perempuan, Kementerian Sosial, dan pemerintah daerah, serta kampanye literasi hukum nasional untuk menumbuhkan keberanian masyarakat melapor.
Sebagai arah kebijakan ke depan, Meity menekankan pentingnya kolaborasi antara LPSK dan pemerintah daerah dalam membentuk jejaring perlindungan di tingkat lokal, integrasi sistem data kejahatan nasional antara POLRI, BPS, dan LPSK, serta penyusunan peraturan turunan agar implementasi UU Perlindungan Saksi dan Korban di daerah lebih operasional.
Editor : Muhammad Nur