Sebelumnya, Khaeruddin, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FIS-H) Universitas Negeri Makassar (UNM) yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual sesama jenis terhadap mahasiswinya, diduga melarikan diri. Kepolisian kini resmi memburunya dan telah menerbitkan surat Daftar Pencarian Orang (DPO).
Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Sulawesi Selatan, Kompol Zaki Sungkar, membenarkan bahwa tersangka tidak diketahui keberadaannya saat akan dilakukan pelimpahan tahap II ke kejaksaan.
“Iya, kabur. Sudah ada (surat) DPO-nya,” kata Zaki saat dikonfirmasi kepada wartawan Minggu (21/12/2025).
Zaki menjelaskan, setelah ditetapkan sebagai tersangka, Khaeruddin sempat mengajukan permohonan penangguhan penahanan dengan alasan sakit. Permohonan tersebut dikabulkan penyidik, sehingga status penahanannya berubah menjadi tahanan kota. Setelah itu, tersangka pulang ke kampung halamannya di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
Namun, saat penyidik hendak melimpahkan berkas perkara dan tersangka ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Khaeruddin tidak lagi berada di tempat.
“Ditangguhkan penahanannya karena alasan sakit. Saat mau tahap dua dia tidak datang, kemudian dijemput penyidik ke Bone, ternyata yang bersangkutan sudah tidak ada,” ujar Zaki.
Penanganan perkara ini pun menuai sorotan dari Tim Pendamping Hukum korban. Mereka menilai lambannya proses hukum membuka celah bagi tersangka untuk melarikan diri dan memperpanjang penderitaan korban.
Pendamping Hukum Korban dari LBH Makassar, Mirayati Amin, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mempertanyakan perkembangan perkara ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Sulsel sejak 10 Desember 2025. Dari penyidik, mereka mendapat informasi bahwa tersangka telah dua kali dipanggil Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Makassar, namun tidak pernah memenuhi panggilan tersebut.
“Penyidik menyampaikan bahwa tersangka beralasan sakit dan pulang ke kampung halamannya di Bone. Setelah itu, tidak ada lagi kabar. Hingga hari ini, keberadaannya tidak diketahui, bahkan oleh pihak keluarga maupun penasihat hukumnya,” kata Mirayati.
Editor : Muhammad Nur
Artikel Terkait
