Ia juga menyoroti pemberitaan yang menyebut hasil visum menemukan luka robek pada korban. Menurutnya, hal itu belum bisa dijadikan kesimpulan mutlak bahwa penyebabnya adalah tindakan kliennya.
"Saya kira itu masih abu-abu. Luka robek itu belum tentu karena perbuatan tersangka. Bisa saja ada penyebab lain," kata Amiruddin.
Lebih lanjut, Amiruddin menjelaskan bahwa kliennya memang mengakui pernah berkomunikasi dengan korban melalui pesan singkat dengan emoji hati dan tanda kasih sayang, serta pernah memegang pundak korban. Namun, hal itu disebutnya sebagai bentuk perhatian seorang guru kepada muridnya.
"Itu sebatas perhatian kepada anak didiknya, bukan tindakan asusila," tegasnya.
Kuasa hukum berharap media bisa memberitakan secara berimbang agar tidak terjadi penggiringan opini publik yang bisa mencederai proses hukum.
"Tersangka ini seorang guru, figur publik di lingkungan sekolah. Nama baiknya harus dilindungi. Jangan sampai proses hukum ditentukan oleh pemberitaan media, itu yang berbahaya," ucap Amiruddin.
Siap
Editor : Muhammad Nur
Artikel Terkait