GMTD Seret PT Hadji Kalla ke PN Makassar, Sidang Perdana 9 Desember
BPN Turut Digugat, Sertifikat Disebut Sah dan Lebih Dulu Terbit
Dalam perkara ini, Badan Pertanahan Nasional (BPN) ikut ditarik sebagai turut tergugat karena menerbitkan sertifikat atas lahan yang disengketakan.
Menurut Ardian, posisi BPN akan tetap mempertahankan produk hukumnya.
“Bukti kepemilikan tertinggi menurut UUPA adalah sertifikat yang lebih dahulu terbit, dan itu berada pada klien kami,” ujarnya.
Dari total lahan 16,4 hektare, PT Hadji Kalla mengantongi empat Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang mencakup sekitar 13 hektare. Sisanya merupakan satu kesatuan administrasi lahan yang tidak terpisahkan.
“Keseluruhan lahan tersebut merupakan satu rangkaian utuh kepemilikan PT Hadji Kalla,” jelas Ardian.
PT Hadji Kalla juga menegaskan pihaknya telah menguasai lahan tersebut secara fisik bertahun-tahun. Penguasaan itu disebut dibuktikan dengan: pemasangan pagar dan papan nama sejak 2010, penempatan penjaga lahan, serta pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara rutin.
“GMTD tidak pernah menunjukkan bukti penguasaan fisik maupun pembayaran PBB. Sementara pembayaran PBB oleh PT Hadji Kalla menjadi indikasi kuat penguasaan lahan,” ungkap Ardian.
Indikasi Rekayasa Perkara: Hadji Kalla Siapkan Laporan Pidana
Tim hukum PT Hadji Kalla juga mengungkap dugaan rekayasa perkara yang dilakukan GMTD dalam sejumlah gugatan sebelumnya terhadap pihak lain yang objeknya berada di atas lahan milik PT Hadji Kalla.
“Kami menemukan indikasi perkara direkayasa untuk membangun persepsi kepemilikan melalui putusan pengadilan, padahal pihak yang digugat bukan pemegang hak yang sah,” kata Ardian.
Atas dasar itu, ia menyatakan bahwa pihaknya tengah menyiapkan laporan pidana terkait dugaan pemalsuan data yang diduga dilakukan oleh GMTD.
“Pola seperti ini sering ditemukan dalam praktik mafia hukum pertanahan. Itu yang akan kami lawan melalui jalur hukum,” tegasnya.
Editor : Muhammad Nur